napak tilas

napak tilas
by Syukri Wahid

Selasa, 29 Agustus 2017

Ibrahim muda & tua.


Tiada yang berubah pada dirinya,  dia tetaplah seperti Ibrahim as  yang  dulu, yang dengan tangan kecilnya kala itu berani hancurkan patung-patung berhala.

Dia masih seperti Ibrahim yang dahulu,
Kini dengan tangan rentanya di kala senja, ia letakkan pisau nan tajam pada leher sang anak.

Yah tiada yang berubah padanya , pada rentang usia remaja hingga tua renta dia adalah pencinta sejati hanya pada Allah.

jika dahulu saat remaja resiko hancurkan berhala berhujung kematian dengan cara di bakar, namun di saat tua menyembelih anak sendiri dia kehilangan anak yang sangat di rindukannya hadir diatas muka bumi ini.

Dia...adalah Ibrahim yang dulu.
Ibrahim yang tak kenal kompromi terhadap godaan.

Dia adalah Ibrahim muda yang terus teriakkan kebenaran, dan disaat tuanya pun demikian.

Oh...dimanakah ku mencari Ibrahim-Ibrahim itu kini,  Apakah kumampu teriakkan kebenaran dan memegangnya dahulu disaat muda dan menjadi hilang seiring umur ?.

Idealis di saat muda menjadi pragmatis di saat tua ?. Atau idealis sebelum memimpin dan menjadi pragmatis setelah memimpin.

Itulah sebabnya beliau  menjadi kekasih Allah swt, sebab seluruh satuan umurnya adalah cinta dan pengorbanan. Itulah sebabnya inti dari pekerjaan mencintai adalah pengorbanan.

Cerita Ibrahim as adalah cerita tentang bertemunya Cinta dan pengorbanan
bertemunya Rindu dan pembuktian
bertemunya Iman dan keteguhan.

Lantas bagaimana dengan kita ?

Rabu, 16 Agustus 2017

ALLAHU AKBAR & MERDEKA !!!

ALLAHU AKBAR & MERDEKA !!!.

Sudah cukup lama negeri ini kita huni dalam keberagaman dan saling menghargai, sebab Indonesia adalah mozaik indah tentang semua lukisan perbedaan.

Indonesia adalah pelangi perbedaan yang bersatu menjadi harmoni keindahan, sebab kita bersatu bukan karena jumlah dan warna kita yang satu, tapi justru karena kita berbedalah kita bisa rasakan nikmatnya  persatuan.

Indonesia adalah keranjang besar yang menampung semua identitas kebhinekaan kita. Biaya menyatukannya tidaklah sedikit saudaraku. Nyawa, darah, air mata, pengertian, keikhlasan, kepentingan bersama para pendahulu kita telah menjadi saksi.

Saudaraku....Bukan karena gemar teriakkan kata MERDEKA maka kita dibilang paling Nasionalis dan bukan karena kita suka pekikkan ALLAHU AKBAR maka kita dianggap  pengancam integrasi bangsa.

Sebab dahulu dua kalimat itu selalu beriringan keluar dari lisan-lisan para pejuang kita. Itulah yang membakar arek-arek Surabaya lewat pidato heroiknya Bung Tomo membakar pejuang di Surabaya dan seantero negeri ini.

Allahu Akbar......Merdeka.....!

Karena spirit Allahu Akbar dan pekikan Merdeka ibarat dua sisi koin mata uang yang tak terpisahkan. Seperti tulah...Merdeka dan Allahu Akbar.

Mereka para Pahlawan atas nama panggilan suci dan sekaligus mereka adalah  Nasionalis karena tak ingin sejengkal tanahnya di rampok para  penjajah.

Spirit kalimat itu yang memperpanjang usia keindonesiaan kita, Agama & kebangsaan , spritual & kepahlawanan , Religius & Nasionalisme.

Lalu mengapa kini, simpul kita mulai terasa terlepas?, lalu mengapa kohesi bangsa ini mulai tampak memudar?. Apakah kini kalimat itu sudah mulai kau benturkan ?, bahwa biarkan "Allahu Akbar" disana dan " Merdeka" disini ?,

Maukah engkau pisahkan ruuh di balik kalimat itu ?, pisahkan dulu matahari dari rasa panasnya !.

#DIRGAHAYUNEGRIKU
#72Tahun