napak tilas

napak tilas
by Syukri Wahid

Minggu, 02 Januari 2011

Jiwa-Jiwa Badar itu..

Padahal saat itu perang sudah didepan mata,
Antar Pasukan sudah saling menatap,
Aroma kesombongan musuh sudah tercium dekat.
Saat itu cuma ada 2 pilihan bagi para sahabat
Maju berperang untuk melawan atau
Mundur teratur mencari aman.

Ini bukan inti dari peperangan,
Namun cuplikan diatas adalah satu wilayah
Bertempur dalam cerita besar perang Badar.
Yaitu bertempur dimedan jiwa,
Yaitu bertempur melawan diri mereka sendiri.

Saat itu mereka sudah mendefinisikan kemenangan mereka,
Bahwa pulang ke madinah dengan jumlah lengkap adalah kemenangan.
Mereka sangat beralasan, karena pasukan ini tadinya bukan
Diniatkan untuk berperang, cuma ingin ''menakut-nakuti''.
Kelompok dagang abu sufyan agar bisa merebut 1000 unta.
Pasukan sejumlah 314 orang, hanya berbekal 2 ekor kuda perang
& 70 pasukan pemanah, belum pernah menyandang gelar menang
apa harus nekat berperang...?

''Apakah kita ingin menyetor nyawa kita ke sana,wahai Rasul ?''.
Kekalahan sudah di depan mata.
Gelar kalah sudah jelas menanti kita.
Beberapa sahabat sampai bertanya demikian.

Saudaraku,,,,
Ini tentang bunga jiwa yang memilih layu sebelum mekar
Ini tentang mentalitas jiwa yang terlalu
Mematerialkan sebab-sebab kemenangan.

''Berikan pendapat kalian, wahai sahabatku !?''
Rasulullah saw cuma ingin memecah suasana jiwa 314 sahabatnya.
Setiap kali Nabi mendengar jawaban sahabat,
Maka beliau selau mengulangi pertanyaan tersebut.
Ternyata nabi membaca isi jiwa beberapa sahabat, bahwa mereka
Belum satu frekuensi dalam jawaban.

''Sepertinya kami yang engkau minta menjawabnya, wahai Rasulullah?''
Tiba-tiba Saad bin Muadz berbicara, salah seorang petinggi Anshar.
''Benar, kalianlah yang aku tunggu''.

Dalam situasi seperti ini, kita membutuhkan jawaban seperti ini :
''Wahai Rasulullah berperanglah, maka kami akan menyertaimu,
Kami bukanlah pengikut Musa as yang mengatakan kepadanya,
Berangkatlah menuju Tuhan-Mu & berperanglah kalian yang
mengusulkan dan biarkan kami hanya duduk di sini,
jika engkau berperang ke dasar lautan maka kamipun akan
Menyertaimu''

terang wajah Rasul, gembira ria
Karena ini bukan sekedar jawaban lisan,
Namun ini adalah gelora iman di dalam jiwa.

Saudaraku...mengalahkan musuh didalam hati
Jauh lebih sulit daripada musuh yang kita lihat dialam fisik.
Bahwa memenangkan rasa optimismu dari rasa pesimismu
Bahwa memenangkan rasa percaya dirimu dari rasa takberdayamu
Adalah pertarungannya di medan jiwamu sendiri,
Itulah medan pertarungan tanpa batas,
Seluas ketidakterbatasanmu dalam bermimpi.
Sebab ...
menang & kalah,
Sukses & gagal
hanya bisa kita rasakan
Jika kita BERTEMPUR


Balikpapan, gang depag
Gelisah,''bangkitlah saudaraku....aku memiliki 1000 jiwa untukmu''

Nyanyian Jiwa para Pahlawan....

Nyanyian jiwa para pahlawan...

oleh Syukri Wahid pada 05 Oktober 2010 jam 14:43
Berita jatuh sakitnya menyebar begitu cepat
Keseluruh sudut kota dan wilayah di jazirah Arab.
Secepat angin yang berhembus  & bertiup mengisi seluruh ruang dalam kehidupan ini.
Tubuh tegar dan perkasanya kini harus mengalah dengan sakit.
Melemas dan lunglai terbaring di atas pembaringan.
Kini wajah segarnya sudah harus pamit dari raut wajahnya.
Otot perkasanya yang terbentuk dalam jawara kepahlawanan
Sudah kehilangan kekuatannya, hanya menggantung ditulangnya.

Namun ada yang tidak berubah dalam dirinya,
Dia masih tetap seperti yang dulu.
Tenaga jiwanya masih terlalu kuat bertengger di jiwanya.
Tubuh badannya sakit, namun tidak menular ke tubuh jiwanya.
Aroma kepahlawanannya masih bisa tercium darinya,
Sorot mata tajamnya masih bisa menggambarkan gelora jiwanya.

Hatinya selalu gelisah,
Karena ada satu cita-citanya yang belum tercapai
Yaitu mati syahid dalam laga tempur di medan jihad.
Begitulah Khalid bin Walid salah seeorang dari
Laki-laki spesial dalam sejarah Islam.
Nyanyian kepahlawanannya mengantarkan dirinya
Mendapat gelar langsung dari rasulullah saw, “si pedang Allah”.

“Hampir hari-hariku kulalui dengan pedang dan perang,
Baik dahulu aku dalam keadaan jahiliyyah dan dalam keadaan Islam,
Dan aku tidak pernah kalah. Kini yang aku kuatirkan dari diriku
Adalah justru meninggal di atas pembaringan ini”.

Inilah jiwa penggelisah,
Bahwa karya-karya besar kepahlawannya yang dibangun
sepanjang usianya justru tidak ditutup dalam syahid dimedan tempur.
Bagi jiwanya pantang seeorang pahlawan meninggal bukan dimedan tempur.
Laksana prajurit perang yang memang sudah menggadaikan jiwanya
Dalam setiap episode perang.

Ini tentang jiwa yang kuat
Ini cerita tentang jiwa penggelisah,
Ditengah sakitnya beliau mengatakan,
“Seandainyapun malam ini aku berada ditengah isteri cantik yang baru aku nikahi,
Maka aku lebih menyukai melewati dengan suatu malam yang sangat dingin ditengah
Barisan pasukan perang dalam sebuah kancah pertempuran.”
Begitulah jiwa sang penggelisah
Yang tak bisa dikalahkan oleh zaman
Tidak mudah takluk dengan umurnya sendiri.
Tekadnya selalui mendahului amalnya.


Gelisah


Balikpapan,”menakar ulang jiwa-jiwa kepahlawan kita”